Tasawuf dalam 1 tubuh [eps.3]



SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF SALAFI (AKHLAQI), FALSAFI, DAN SYIAH

A. PERKEMBANGAN TASAWUF AKHLAQI DAN FALSAFI
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.


Pembagian dua jenis tasawuf di atas didasarkan atas kecenderungan ajaran yang dikembangkan, yakni kecenderungan pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran. Dua kecenderungan ini terus berkembang hingga mempunyai jalan sendiri-sendiri. Untuk melihat perkembangan tasawuf ke arah yang berbeda ini, perlu ditinjau lebih jauh tentang gerak sejarah perkembangannya.
Pada mulanya tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang makna institusi-institusi Islam. sejak zaman sahabat dan tabi’in, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis sudah muncul. Ajaran Islam dipandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah (seremonial) dan aspek batiniah (spiritual), atau aspek “luar” dan aspek “dalam”. Pendalaman dan pengalaman aspek “dalamnya” mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, namun tanpa mengabaikan aspek “luarnya” yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientasi pada aspek “dalam”, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, keagungan Tuhan, dan kebebasan dari egoisme.


Pada abad ketiga hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan mereka tentang moral, akhirnya, mendorongnya untuk semakin mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan akhlak.
Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Tasawuf pada alur yang sederhana ini kelihatannya banyak ditampilkan oleh kaum salaf. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengalaman Islam dalam praktek yang lebih menekankan perilaku manusia yang terpuji.


Kaum salaf tersebut melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriah yang sangat formal namun tidak diterima sepenuhnya oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengalaman ajaran Islam hingga aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika mereka menyaksikan ketidakberesan perilaku (akhlak) di sekitarnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak.


Dengan munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakannya dengan tasawuf yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaki. Kemudian, tasawuf akhlaki ini identik dengan tasawuf Sunni. Hanya saja, titik tekan penyebutan tasawuf Sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan demikian, aliran tasawuf terbagi menjadi dua, yaitu tasawuf Sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak, dan tasawuf falsafi, yakni aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis dengan ungkapan-ungkapan ganjilnya (syathahiyat) dalam ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Ungkapan-ungkapan syathahiyat itu bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan ataupun hulul.


B. AJARAN TASAWUF AKHLAQI
1. Takhali
Takhali adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Salah satu akhlak tercela yang paling banyak pada kenikmatan duniawi.
2. Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku dan akhlak terpuji.
Sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting diisikan ke dalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan manusia paripurna, antara lain berikut:
a. Tobat
b. Cemas dan harap (khauf dan raja’)
c. Zuhud
d. Al-Farq
e. Al-Shabru
f. Rida
g. Muraqabah
3. Tajalli
Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib.

C. TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI SERTA KARAKTERISTIKNYA
1. Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan Al-Sunah
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan syathahat
3. Lebih bersifat mengerjakan dialisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari’at
5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli dan tajalli.

KERANGKA BERPIKIR IRFANI:
DASAR-DASAR FALSAFI AHWAL DAN MAQAMAT

A. MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF
1. Tobat
2. Zuhud
3. Faqr (fakir)
4. Sabar
5. Syukur
6. Rela (rida)
7. Tawakal
B. HAL-HAL YANG DIJUMPAI DALAM PERJALANAN SUFI


1. Waspada dan mawas diri (Muhasabah dan Murawabah)
Waspada (muhasabah) dapat diartikan menyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan dan rahasia dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut dan tunduk kepada Allah. Adapun mawas diri (muraqabah) adalah meneliti dengan cermat apakah perbuatan sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari yang dikehendaki-Nya.
2. Cinta (huBb)
Mahabbah pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.
3. Berharap dan takut (Raja’ dan Khauf)
Dalam surat al-baqarah ayat 218
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman yang hijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang mengharap rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Raja’ menurut tiga perkara, yaitu :
a. Cinta kepada apa yang diharapkannya
b. Takut bila harapannya hilang
c. Berusaha untuk mencapainya
Khauf adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri si masa yang akan datang. Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan mendorongnya untuk senantiasa berada dalam ketaatan. Khauf menyebabkan seseorang lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan khauf yang berlebihan akan menjadikannya putus asa dan perimis. Begitu juga sebaliknya, apabila sikap raja’ terlalu besar, hal itu akan membuat seseorang menjadi sombong dan meremehkan amalan-amalannya karena optimisnya yang berlebihan.
4. Rindu (Syauq)
Yakni rindu untuk segera bertemu dengan Tuhan, ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar dan lupa kepada Allah lebih berbahaya daripada maut.
5. Intim (Uns)
Dalam pandangan kaum sifu, sifat uns (intim) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.


C. METODE IRFANI
Untuk memperoleh kearifan atau ma’rifah, hati (qalb) mempunyai fungsi esensial, sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Arabi dalam Fushus Al-Hikam-nya:
“Qalb dalam pandangan kaum sufi adalah tempat kedatangan kasyf dan ilham. Ia pun berfungsi sebagai alat untuk ma;rifat dan menjadi cermin yang memantulkan (tajalli) makna-makna kegaiban.”
1. Riyadhah
Riyadhah yang sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik, adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya.
Para sufi menggolongkan riyadhah sebagai pelatihan kejiwaan dalam upaya meninggalkan sifat-sifat buruk termasuk di dalamnya adalah pendidikan akhlak dan pengobatan penyakit hati.
2. Tafakur
Tafakur penting dilakukan bagi mereka yang meninginkan ma’rifat sebab, tatkala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan (bertafakur) dan menganalisisnya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya. Menurut Al-Ghazali, orang yang berfikir dengan benar akan menjadi dzawi Al-albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat ilham.
3. Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat An-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia proses penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli.
4. Dzikrullah
Secara etimologi, zikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Zikir merupakan metode lain yang paling utama untuk memperoleh ilmu laduni. Syarat utama bagi orang yang menempuh jalan Allah adalah membersihkan hati secara menyeluruh dari selain Allah.

0 komentar :