• Beutiful Kabbah, indahnya Rumah Allah

    Dari Ibnu al-Zubair Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sekali sholat di masjidku ini lebih utama daripada 1000 kali sholat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram, dan sekali sholat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100 kali sholat di masjidku ini.” [Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. lih. Bulughul Maram]

  • Post with SoundCloud

    iam wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing. Nul...

  • Consectetur adipisicing elit

    iam wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing. Nul...

  • Post With Featured Image

    iam 1989 wisi quam lorem vestibulum nec nibh, sollicitudin volutpat at libero litora, non adipiscing...

  • PASUKAN !!

    ALLAHU AKBAR MUJAHIDIN !!

sosiologi agama menurut :: Emile Durkheim

0 komentar
A. Definisi Agama Menurut Durkheim

Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu "sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang "sakral" kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu "sifat sakral" dari agama dan "praktek-praktek ritual" dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa menurut Durkheim agama selalu memiliki hubungan dengan masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.


B. Sifat sakral Dari Agama

Sifat sakral yang dimaksud Durkheim dalam kaitannya dengan pembahasan agama bukanlah dalam artian yang teologis, melainkan sosiologis. Sifat sakral itu dapat diartikan bahwa sesuatu yang "sakral" itu "dikelilingi oleh ketentuan-ketentuan tata cara keagamaan dan larangan-larangan, yang memaksakan pemisahan radikal dari yang duniawi." Sifat sakral ini dibayangkan sebagai suatu kesatuan yang berada di atas segala-galanya. Durkheim menyambungkan lahirnya pengsakralan ini dengan perkembangan masyarakat, dan hal ini akan dibahas nanti.

Di dalam totemisme, ada tiga obyek yang dianggap sakral, yaitu totem, lambang totem dan para anggota suku itu sendiri. Pada totemisme Australia, benda-benda yang berada di dalam alam semesta dianggap sebagai bagian dari kelompok totem tertentu, sehingga memiliki tempat tertentu di dalam organisasi masyarakat. Karena itu semua benda di dalam totemisme Australia memiliki sifat yang sakral. Pada totemisme Australia ini tidak ada pemisahan yang jelas antara obyek-obyek totem dengan kekuatan sakralnya. Tetapi di Amerika Utara dan Melanesia, kekuatan sakral itu jelas terlihat berbeda dari obyek-obyek totemnya, dan disebut sebagai mana.

Dunia modern dengan moralitas rasionalnya juga tidak menghilangkan sifat sakral daripada moralitasnya sendiri. Ciri khas yang sama, yaitu kesakralan, tetap terdapat pada moralitas rasional. Ini terlihat dari rasa hormat dan perasaan tidak bisa diganggu-gugat yang diberikan oleh masyarakat kepada moralitas rasional tersebut. Sebuah aturan moral hanya bisa hidup apabila ia memiliki sifa "sakral" seperti di atas, sehingga setiap upaya untuk menghilangkan sifat "sakral" dari moralitas akan menjurus kepada penolakan dari setiap bentuk moral. Dengen demikian, "kesakralan"-pun merupakan prasyarat bagi suatu aturan moral untuk dapat hidup di masyarakat. Ini menunjukkan bahwa "kesakralan" suatu obyek itu tidak tergantung dari sifat-sifat obyek itu an sich tetapi tergantung dari pemberian sifat "sakral" itu oleh masyarakatnya.

C. Ritual Agama

Selain daripada melibatkan sifat "sakral", suatu agama itu juga selalu melibatkan ritual tertentu. Praktek ritual ini ditentukan oleh suatu bentuk lembaga yang pasti. Ada dua jenis praktek ritual yang terjalin dengan sangat erat yaitu pertama, praktek ritual yang negatif, yang berwujud dalam bentuk pantangan-pantangan atau larangan-larangan dalam suatu upacara keagamaan, serta praktek ritual yang positif, yang berwujud dalam bentuk upacara-upacara keagamaan itu sendiri dan merupakan intinya.

Praktek-praktek ritual yang negatif itu memiliki fungsi untuk tetap membatasi antara yang sakral dan yang duniawi, dan pemisahan ini justru adalah dasar dari eksistensi "kesakralan" itu. Praktek ini menjamin agar kedua dunia, yaitu yang "sakral" dengan yang "profan" tidak saling mengganggu. Orang yang taat terhadap praktek negatif ini berarti telah menyucikan dan mempersiapkan dirinya untuk masuk ke dalam lingkungan yang sakral. Contoh dari praktek negatif ini misalnya adalah dihentikannya semua pekerjaan ketika sedang berlangsung upacara keagamaan. Adapun praktek-praktek ritual yang positif, yang adalah upacara keagamaan itu sendiri, berupaya menyatukan diri dengan keimanan secara lebih khusyu, sehingga berfungsi untuk memperbaharui tanggung-jawab seseorang terhadap ideal-ideal keagamaan.

D. Hubungan Antara Agama Dengan Kondisi Masyarakat

Di atas tadi sudah dijelaskan bahwa agama dan masyarakat memiliki hubungan yang erat. Di sini perlu diketahui bahwa itu tidak mengimplikasikan pengertian bahwa "agama menciptakan masyarakat." Tetapi hal itu mencerminkan bahwa agama adalah merupakan implikasi dari perkembangan masyarakat. Di dalam hal ini agama menurut Durkheim adalah sebuah fakta sosial yang penjelasannya memang harus diterangkan oleh fakta-fakta sosial lainnya.

Hal ini misalnya ditunjukkan oleh penjelasan Durkheim yang menyatakan bahwa konsep-konsep dan kategorisasi hierarkis terhadap konsep-konsep itu merupakan produk sosial. Menurut Durkheim totemisme mengimplikasikan adanya pengklasifikasian terhadap alam yang bersifat hierarkis. Obyek dari klasifikasi seperti "matahari", "burung kakatua", dll., itu memang timbul secara langsung dari pengamatan panca-indera, begitu pula dengan pemasukkan suatu obyek ke dalam bagian klasifikasi tertentu. Tetapi ide mengenai "klasifikasi" itu sendiri tidak merupakan hasil dari pengamatan panca-indera secara langsung. Menurut Durkheim ide tentang "klasifikasi yang hierarkis" muncul sebagai akibat dari adanya pembagian masyarakat menjadi suku-suku dan kelompok-kelompok analog.

Hal yang sama juga terjadi pada konsep "sakral". Konsep "sakral" seperti yang sudah dibicarakan di atas tidak muncul karena sifat-sifat dari obyek yang disakralkan itu, atau dengan kata lain sifat-sifat daripada obyek tersebut tidak mungkin bisa menimbulkan perasaan kekeramatan masyarakat terhadap obyek itu sendiri. Dengan demikian, walaupun di dalam buku Giddens tidak dijelaskan penjelasan Durkheim secara rinci mengenai asal-usul sosial dari konsep "kesakralan', tetapi dapat kita lihat bahwa kesadaran akan yang sakral itu, beserta pemisahannya dengan dunia sehari-hari, menurut Durkheim dari pengatamannya terhadap totemisme, dilahirkan dari keadaan kolektif yang bergejolak. Upacara-upacara keagamaan, dengan demikian, memiliki suatu fungsi untuk tetap mereproduksi kesadaran ini dalam masyarakat. Di dalam suatu upacara, individu dibawa ke suatu alam yang baginya nampak berbeda dengan dunia sehari-hari. Di dalam totemisme juga, di mana totem pada saat yang sama merupakan lambang dari Tuhan dan masyarakat, maka Durkheim berpendapat bahwa sebenarnya totem itu, yang merupakan obyek sakral, melambangkan kelebihan daripada masyarakat dibandingkan dengan individu-individu.

Hubungan antara agama dengan masyarakat juga terlihat di dalam masalah ritual. Kesatuan masyarakat pada masyarakat tradisional itu sangat tergantung kepada conscience collective (hati nurani kolektif), dan agama nampak memainkan peran ini. Masyarakat menjadi "masyarakat" karena fakta bahwa para anggotanya taat kepada kepercayaan dan pendapat bersama. Ritual, yang terwujud dalam pengumpulan orang dalam upacara keagamaan, menekankan lagi kepercayaan mereka atas orde moral yang ada, di atas mana solidaritas mekanis itu bergantung. Di sini agama nampak sebagai alat integrasi masyarakat, dan praktek ritual secara terus menerus menekankan ketaatan manusia terhadap agama, yang dengan begitu turut serta di dalam memainkan fungsi penguatan solidaritas.

Agama juga memiliki sifatnya yang historis. Menurut Durkheim totemisme adalah agama yang paling tua yang di kemudian hari menjadi sumber dari bentuk-bentuk agama lainnya. Seperti misalnya konsep kekuatan kesakralan pada totem itu jugalah yang di kemudian hari berkembang menjadi konsep dewa-dewa, dsb. Kemudian perubahan-perubahan sosial di masyarakat juga dapat merubah bentuk-bentuk gagasan di dalam sistem-sistem kepercayaan. Ini terlihat dalam transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, di mana diikuti perubahan dari "agama" ke moralitas rasional individual, yang memiliki ciri-ciri dan memainkan peran yang sama seperti agama.

E. Moralitas Individual Modern

Transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern --yang melibatkan pembagian kerja yang semakin kompleks-- seperti yang telah disebutkan di atas melibatkan adanya perubahan otoritas moral dari agama ke moralitas individual yang rasional. Walaupun begitu, moralitas individual itu, seperti yang juga telah disebutkan di atas, menyimpan satu ciri khas dari agama yaitu "kesakralan". Moralitas individual itu memiliki sifat sakral, karena moralitas itu hanya bisa hidup apabila orang memberikan rasa hormat kepadanya dan menganggap bahwa hal itu tidak bisa diganggu-gugat. Dan ini merupakan suatu bentuk "kesakralan" yang dinisbahkan oleh masyarakat kepada moralitas individual tersebut.

Durkheim menyebutkan bahwa sumber dari moralitas individual yang modern ini adalah agama Protestan. Demikian pula Revolusi Perancis telah mendorong tumbuhnya moralitas individual itu. Di sini perlu ditekankan bahwa moralitas individual tidak sama dengan egoisme. Moralitas individual, yang menekankan "kultus individu" tidak muncul dari egoisme, yang tidak memungkinkan bentuk solidaritas apapun. Adanya anggapan bahwa moralitas individual itu berada di atas individu itu sendiri, sehingga pantas untuk ditaati (sifat sakral dari moralitas individual), menunjukkan perbedaan antara moralitas individual dengan egoisme. Contoh konkrit dari hal ini adalah dalam bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menekankan penelitian bebas yang merupakan salah satu bagian dari moralitas individual, tetapi ia tidak mengikutsertakan suatu bentuk anarki, suatu penelitian ilmiah dengan kebebasan penelitiannya justru hanya bisa berlangsung dalam kerangka peraturan-peraturan moral, seperti rasa hormat terhadap pendapat-pendapat orang lain dan publikasi hasil-hasil penelitian serta tukar menukar informasi.

Dengan demikian, otoritas moral dan kebebasan individual sebenarnya bukanlah dua hal yang saling berkontradiksi. Seseorang, yang pada hakekatnya adalah juga mahluk sosial, hanya bisa mendapatkan kebebasannya melalui masyarakat, melalui keanggotaannya dalam masyarakat, melalui perlindungan masyarakat, melalui pengambilan keuntungan dari masyarakatnya, yang berarti juga mengimplikasikan subordinasi dirinya oleh otoritas moral. Menurut Durkheim, tidak ada masyarakat yang bisa hidup tanpa aturan yang tetap, sehingga peraturan moral adalah syarat bagi adanya suatu kehidupan sosial. Di dalam hal ini, disiplin atau penguasaan gerak hati, merupakan komponen yang penting di dalam semua peraturan moral. Bagaimanakah dengan sisi egoistis manusia yang tidak bisa dilepaskan dari diri manusia yang diakui oleh Durkheim sendiri? Setiap manusia memang memulai kehidupannya dengan dikuasai oleh kebutuhan akan rasa yang memiliki kecenderungan egoistis. Tetapi egoisme yang menjadi permasalahan kebanyakan adalah bukan egoisme jenis ini, melainkan adalah keinginan-keinginan egoistis yang merupakan produk sosial, yang dihasilkan oleh masyarakat. Individualisme masyarakat modern, sebagai hasil perkembangan sosial, pada tingkat tertentu merangsang keinginan-keinginan egoistis tertentu dan juga merangsang anomi. Hal ini dapat diselesaikan dengan konsolidasi moral dari pembagian kerja, melalui bentuk otoritas moral yang sesuai dengan individualisme itu sendiri, yaitu moralitas individual. Dari sini dapat dikatakan bahwa moralitas individual yang rasional itu dapat dijadikan sebagai otoritas pengganti agama pada masyarakat modern.

 
Sumber Acuan:
Anthony Giddens, Kapitalisme dan teori sosial modern: suatu analisis karya-tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, diterjemahkan oleh Soeheba Kramadibrata, Jakarta: UI-Press, 1986.

Read More »

Pandangan Karl Marx tentang Agama

0 komentar
Pandangan Marx Mengenai Agama

Marx memandang agama sebagai penghambat perubahan sosial. Pandangan ini tercermin pada ucapan Marx bahwa ‘agama adalah candu bagi rakyat’. Menurutnya, karena ajaran agamalah maka rakyat menerima saja nasib buruk mereka dan tidak tergerak untuk berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Marx melihat kaum buruh yang dikontekskan pada zaman itu, mereka pasrah akan keadaan yang mereka terima. Eksploitasi dari kaum kapitalis diterima dengan dingin tanpa ada usaha untuk melawan. Agamalah yang menjadi tempat mereka bersandar sebagai penghiburan dengan menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kehidupan . Usaha Marx untuk menciptakan kesadaran kelas dianggapnya hambatan yang paling berpengaruh ialah agama. Agama menjadi tempat pelarian manusia dari kondisi dunia nyata. Keadaan konkrit yang tidak beres membuat manusia menderita dan mencari obat penenang dalam kehidupan keagamaan.

Marx tidak membicarakan apakah fungsi agama dalam masyarakat adalah positif atau negatif. Melainkan ucapannya itu menanggapi kritik agama Feuerbach. Marx setuju dengan kritik itu. Tetapi menurut Marx, Feuerbach berhenti di tengah jalan. Betul, agama adalah dunia khayalan di mana manusia mencari dirinya sendiri. Tetapi, Feuerbach tidak bertanya mengapa manusia melarikan diri ke khayalan daripada mewujudkan diri dalam kehidupan nyata. Jawaban yang diberikan Marx adalah: Karena kehidupan nyata, dan itu berati: struktur kekuasaan tidak mengizinkan manusia untuk mewujudkan kekayan hakekatnya. Manusia melarikan diri ke dunia khayalan karena dunia nyata menindasnya. Agama menjadi keluhan mahluk terdesak.. Agama adalah ilusi manusia tentang keadannya.

Menurut Marx, yang diperlukan bukanlah kritik agama, melainkan revolusi. Agama menurut Marx akan menghilang dengan sendirinya, apabila manusia dapat membangun dunia yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan hakekatnya secara nyata dan positif. Marx menarik kesimpulan: “Kritik surga berubah menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik teologi menjadi kritik politik”. Selain negara atau hukum adalah alat kekuasaan kelas, agama dianggap juga oleh Marx digunakan kaum penguasa sebagai alat untuk melanggengkan eksploitasi terhadap kaum tertindas (kaum buruh).

Pandangan Marx tentang kritik agama banyak ditentang ahli sosiologi lain. Banyak bukti menunjukkan bahwa dalam banyak masyarakat kaum agama merupakan kekuatan revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat. Contoh yang dapat diajukan untuk mendukung pendapat demikian antara lain ialah berbagai gerakan perlawanan yang dipelopori kaum ulama di Indonesia terhadap penjajahan Belanda. Contoh lainnya yaitu kepeloporan para rohaniawan katolik dalam menghadapi diktator dan rezim militer di berbagai Negara Amerika Selatan, perlawanan rohaniawan katolik di polandia terhadap rezim komunis, dan gerakan para Ayatollah yang berhasil menjatuhkan rezim Shah Iran,dan gerakan muslim libya,suriah,irak dan palestina untuk menjatuhkan rezim. Pendapat Marx juga sangat bertentangan dengan tesis Weber tentang perkembangan semangat kapitalisme di Eropa Barat yang berhubungan erat dengan perkembangan etika protestan.

Referensi: Ritzer, George. "Teori Sosiologi Modern".

Read More »

RELASI OBJEK

0 komentar

TEORI OBYEK RELASI DAN DIRI
Selama beberapa dekade, teori psikodinamik dan prakteknya telah mengalami transformasi penting. Sementara banyak psikolog tetap dalam kerangka dasar psikoanalitik, banyak yang bergerak jauh melampaui Freud dan pengikutnya langsung. Penemuan baru ini lebih lanjut mengubah cara mereka berpikir tentang kepribadian, akar kesehatan mental dan cara untuk membantu mereka yang bermasalah.
Orientasi dasar dari pendekatan ini telah muncul dengan jelas dalam kajian integratif saat ini. Ada variasi yang berbeda dalam pergeseran ini. Pemimpin yang termasuk psikoanalis seperti Melanie Klein (salah satu penemu paling awal) di Inggris dan lainnya baru-baru ini, Otto Kerberg dan Heinz Kohut di Amerika. Pada bagian ini kita akan menekankan perubahan tema umum yang tampak pada ciri gerakan ini.
Pendekatan ini disebut teori relasi objek dan terapi, dan poin pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa “objek” dalam bahasa teori ini adalah manusia sederhana lainnya. Objek panjang merupakan sisa dari psikoanalisis klasik, dan frasa "orang lain yang signifikan" pada dasarnya bisa pengganti untuk itu. Pergeseran penting dari psikoanalisis klasik ke objek teori hubungan adalah bahwa sementara mantan terfokus pada drive insting, yang terakhir berfokus pada hubungan dengan orang lain yang signifikan.


Teori relasi objek adalah teori psikodinamik dalam psikologi psikoanalitik. Teori ini menjelaskan proses pengembangan pikiran sebagai salah satu perkembangan dalam hubungannya dengan orang lain di lingkungan. Relasi Objek pada awalnya terbentuk selama interaksi awal dengan pemberi perawatan primer. Pola-pola awal dapat diubah dengan pengalaman, tetapi sering terus mengerahkan pengaruh yang kuat sepanjang hidup.
Istilah " teori relasi objek " secara resmi diciptakan oleh Ronald Fairbairn pada tahun 1952, tetapi garis pemikiran yang dimaksud adalah aktif dalam pembentukan psikoanalisis dari 1917 dan seterusnya. Teori relasi objek secara aktif dipelopori sepanjang 1940-an dan 50-an oleh psikolog Inggris Ronald Fairbairn, Melanie Klein, Donald Winnicott, Harry Guntrip, Stuart Scott, dan lain-lain.
Ketika Fairbairn menciptakan istilah "relations object," pekerjaan Melanie Klein cenderung menjadi paling sering diidentifikasi dengan istilah " teori relasi objek " dan "relasi objek Inggris," setidaknya semasa di Amerika Utara, meskipun pengaruh 'apa yang dikenal sebagai dari perspektif independen Inggris , yang berpendapat bahwa motivasi utama anak adalah mencari obyek daripada gratifikasi drive ' menjadi semakin diakui. Tapi tidak seperti Fairbairn, Klein selalu menyatakan bahwa dia tidak bermula dari teori Freudian, tetapi hanya menguraikan fenomena perkembangan awal yang konsisten dengan teori Freudian.
Objek yang paling penting untuk mengembangkan anak secara umum, dan mengesankan adalah ibu. Hal ini dalam hubungan anak kecil dengan ibunya bahwa relasional diri mulai berasal dan muncul. Perhatikan bahwa diri ini didefinisikan dari awal dalam hal relasional atau interpersonal.
Teori object relations merupakan turunan dari teori instink dari Freud namun terdapat tiga perbedaan :
1.    Teori object relations memberi penekanan yang lebih kecil pada dorongan-dorongan biologis dan lebih menekankan pada pola-pola relasi interpersonal yang konsisten. 
2.    Teori Freud lebih bersifat paternalistik yang menekankan power dan kontrol ayah, sementara teori object relations cenderung lebih bersifat maternal, menekankan peran ibu yang berelasi secara akrab dan mengasuh. 
3.    Para ahli teori object relations  memandang kontak dan relasi antar manusia – bukannya kenikmatan seksual – sebagai motif dasar dari perilaku manusia.
Bagian penting dari setiap relasi ialah representasi psikis internal dari obyek yang signifikan (penting) di usia dini, seperti buah dada ibu atau penis ayah, yang dimasukkan ke dalam struktur psikis bayi, dan kemudian diproyeksikan ke mitra relasinya. 
Gambaran internal ini bukan merupakan representasi akurat tentang orang lain yang signifikan itu melainkan merupakan sisa-sisa pengalaman masa dini individu.
Objek pada awalnya dipahami dalam pikiran bayi dengan fungsi mereka dan disebut "objek bagian." Buah dada yang memberi makan bayi lapar adalah "buah dada yang baik." Bayi lapar yang tidak menemukan buah dada hubungannya dengan "buah dada buruk."
Objek internal dibentuk oleh pola-pola yang muncul berulang-ulang dalam satu pengalaman subjektif dari menjaga lingkungan. Gambar-gambar ini mungkin diinternalisasikan atau mungkin tidak representasi akurat, yang lain yang sebenarnya eksternal. Dengan lingkungan yang "cukup baik" "memfasilitasi" bagian fungsi objek akhirnya berubah menjadi sebuah pemahaman seluruh objek. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk mentoleransi ambiguitas, untuk melihat bahwa baik "baik" dan "buruk" payudara adalah bagian yang sama "ibu."
Memisahkan (Splitting) Baik Buruk
Dalam teori psikodinamik, salah satu yang pertama untuk mengatasi hubungan ibu-anak sangat mendalam adalah Melanie Klein, seorang psikoanalis Inggris yang sejaman dengan Freud. Tema yang masih bertahan dari pekerjaan Klein adalah pengamatan klinis bahwa dunia menjadi baik dan buruk. Klein melihat konflik inti sepanjang hidup sebagai perjuangan antara perasaan positif cinta dan perasaan negatif dari kebencian. Wawasannya bahwa dalam konflik ini orang cenderung untuk "split” atau membagi dunia menjadi komponen murah hati dan jahat.
Splitting yaitu memisahkan impuls-impuls yang tidak selaras.  Dalam rangka memisahkan obyek-obyek yang baik dari yang buruk, ego sendiri harus dipisahkan.  Jadi bayi mengembangkan suatu gambaran tentang “good me” maupun “bad me” yang memungkinkannya untuk menangani impuls-impuls yang menyenangkan (pleasurable) maupun yang destruktif terhadap obyek-obyek eksternal.
Splitting dapat memiliki dampak positif maupun negatif terhadap anak.  Bila splitting tidak ekstrim dan kaku, dapat menjadi mekanisme pertahanan diri yang positif dan bermanfaat bukan hanya bagi bayi melainkan juga bagi orang dewasa.
Splitting ini memungkinkan individu untuk melihat aspek-aspek positif maupun negatif dari dirinya, untuk mengevaluasi perilakunya baik atau buruk, dan membedakan antara teman-teman yang disukai dan yang tidak disukai. 
Sebaliknya, splitting yang berlebihan dan tidak fleksibel dapat mengarah pada represi yang patologik. Misalnya bila ego anak terlalu kaku untuk memisahkan segala sesuatunya ke dalam good me dan bad me, anak tidak dapat mengintroyeksi pengalaman-pengalaman buruk ke dalam ego yang baik.  Bila anak tidak dapat menerima perilaku buruknya, ia kemudian harus menangani impuls-impuls destruktif dan menakutkan dengan merepresnya.
Salah satu asumsi dasar Klein ialah bayi, sejak baru dilahirkan, memiliki kehidupan phantasi yang aktif.  Phantasi-phantasi ini merupakan representasi psikis dari insting id yang tidak disadari. Phantasi ini tidak sama dengan fantasi-fantasi sadar yang dimiliki anak-anak yang lebih besar atau orang dewasa. Ia hanya memaksudkan bahwa bayi memiliki citra-tak-sadar tentang “baik” dan “buruk.” 
Klein berbicara tentang payudara baik yang bergizi dan payudara buruk yang kosong dalam penggambaran konflik anak yang sarat dengan ibunya. Gagasan ini menyisakan dalam berbagai gagasan psikodinamik kontemporer tentang penggambaran diri "baik" dan "buruk", penggambaran internal dari diri dan orang lain.
Contohnya, bayi yang tertidur dengan mengisap jarinya adalah sedang berphantasi memiliki buah dada ibunya yang baik di dalam dirinya.  Demikian pula, bayi yang lapar dan menangis serta menendang-nendangkan kakinya sedang berphantasi menendang atau menghancurkan buah dada yang buruk.
Dengan semakin matangnya bayi, phantasi-phantasi tak sadar tentang buah dada terus berlanjut memberi dampak terhadap kehidupan psikis namun phantasi-phantasi yang baru juga mucul.  Phantasi-phantasi tak sadar yang muncul belakangan ini dipengaruhi oleh realitas maupun predisposisi bawaan.
Ini adalah bagian dari keyakinan bahwa dari masa kanak-kanak di sana kecenderungan untuk entah bagaimana "split" atau pemisahan pengalaman baik-buruk, hubungan kepuasan-frustrasi (Cahdan, 1988) memecah-belah daripada mengintegrasikan mereka ke dalam satu kesatuan yang koheren. Ketika perpecahan-perpecahan yang parah, terapi berusaha untuk membantu orang untuk mengintegrasikan mereka.
Phantasi Sadar
Klein menyebutkan aspek naluri psikologis, phantasi bawah sadar (sengaja dieja dengan 'ph' untuk membedakannya dari kata 'fantasi'). Phantasi adalah kehidupan psikis yang diberikan yang bergerak keluar menuju dunia. Potensi gambaran ini diberikan sebelumnya dengan gerakan dan akhirnya mengizinkan pengembangan negara-negara yang lebih kompleks dari kehidupan mental. Phantasi sadar dalam kemunculan kehidupan mental bayi dimodifikasi oleh lingkungan seperti bayi memiliki kontak dengan dunia nyata.

Dari saat bayi mulai berinteraksi dengan dunia luar, ia terlibat dalam pengujian phantasi di sebuah pengaturan kenyataan. Asal mula pemikiran terletak dalam proses pengujian fantasi terhadap realitas, yaitu, bahwa pikiran tidak hanya kontras dengan phantasi, namun berdasarkan dan berasal dari itu.

Peran phantasi sadar sangat penting dalam pengembangan kapasitas untuk berpikir. Dalam istilah Bion, kesan phantasi adalah prasangka yang tidak akan berpikir sampai pengalaman menggabungkan dengan realisasi di dunia pengalaman. Prasangka dan realisasi bergabung untuk mengambil bentuk sebagai konsep yang bisa berpikir. Contoh klasik dari hal ini adalah bayi yang diamati mencari untuk menyusu dalam jam pertama kehidupan. Naluri mencari adalah prasangka tersebut. Penyediaan buah dada memberikan realisasi dalam dunia pengalaman, dan melalui waktu, dengan pengalaman diulang, prasangka dan realisasi dikombinasikan untuk membuat konsep. Kapasitas mental dibangun atas pengalaman sebelumnya sebagai lingkungan dan interaksi bayi.
Pengalaman pertama tubuh mulai membangun kenangan pertama, dan realitas eksternal secara progresif terangkai ke dalam tekstur khayalan. Sebelum menghendaki, phantasi anak mampu memanfaatkan kesan yang mudah diubah serta sensasi-visual, auditori, kinesthetic, sentuhan, rasa, gambar bau, dll. Dan kesan-kesan yang mudah diubah serta representasi dramatis phantasi yang semakin diuraikan bersama dengan persepsi diungkapkan dengan jelas dari dunia luar.

Dengan perawatan yang memadai, bayi dapat mentolerir meningkatkan kesadaran pengalaman oleh phantasi sadar dan mengarah ke pencapaian prestasi pembangunan berturut-turut, "posisi" dalam teori Klein.
Identifikasi Proyektif
Sebagai istilah tertentu, identifikasi proyektif diperkenalkan oleh Klein dalam "Catatan pada beberapa mekanisme skizofrenia."
[Proyeksi] membantu ego untuk mengatasi kecemasan dengan cara membersihkan itu dari bahaya dan kejahatan. Introjeksi dari objek yang baik juga digunakan oleh ego sebagai pertahanan diri terhadap kecemasan. Proses pemisahan dari bagian dari diri dan proyeksi mereka menjadi objek demikian sangat penting untuk perkembangan normal maupun untuk relasi abnormal objek. Pengaruh introjeksi terhadap hubungan-hubungan objek sama pentingnya. Para introjeksi dari objek yang baik, pertama-tama payudara ibu, merupakan prasyarat untuk perkembangan normal. Ia datang untuk membentuk titik fokus di ego dan membuat untuk kekompakan ego. Proses ini disebut dengan istilah 'identifikasi proyektif'.

Klein membayangkan fungsi ini sebagai pertahanan yang memberikan kontribusi untuk perkembangan bayi normal, termasuk struktur ego dan pengembangan hubungan obyek. Para introjeksi dari payudara yang baik menyediakan lokasi di mana satu dapat bersembunyi dari penganiayaan, langkah awal dalam mengembangkan kapasitas untuk menenangkan diri sendiri.

Ogden mengidentifikasi empat fungsi yang identifikasi proyektif dapat melayani. Seperti pada model tradisional Klein, ia berfungsi sebagai pertahanan. Identifikasi proyektif berfungsi sebagai modus komunikasi. Ini adalah bentuk hubungan-hubungan objek, dan sebagai bentuk hubungan objek "jalur untuk perubahan psikologis.", Identifikasi proyektif adalah cara untuk berhubungan dengan orang lain yang tidak dilihat sebagai sepenuhnya terpisah dari individu. Sebaliknya, ini berkaitan terjadi "antara tahap objek subjektif dan keterkaitan obyek yang benar".

Posisi

Teori posisi Klein, underlain oleh fantasi tak sadar, adalah tahapan dalam perkembangan normal hubungan ego dan objek, masing-masing dengan karakteristik pertahanan sendiri dan struktur organisasi. Posisi paranoid-skizofrenia dan depresi terjadi dalam tahap pembangunan pra-oedipal oral.

Berbeda dengan Fairbairn dan kemudian Guntrip, Klein percaya bahwa kedua objek baik dan buruk yang terintrojeksi oleh bayi, internalisasi objek baik yang penting untuk perkembangan fungsi ego yang sehat. Klein di konsep posisi depresi sebagai "bentuk organisasi paling matang psikologis", yang terus berkembang sepanjang masa hidup.

Posisi depresi terjadi selama kuartal kedua tahun pertama. Sebelum bahwa bayi berada dalam posisi-skizofrenia paranoid, yang ditandai dengan kecemasan persecutory dan mekanisme pembagian, proyeksi, introjeksi, dan kemahakuasaan-yang mencakup idealisasi dan penyangkalan-melakukan pembelaan terhadap kecemasan; mode depresi, dan skizofrenia paranoid-pengalaman terus berbaur selama beberapa tahun pertama masa kanak-kanak.

Posisi Skizofrenia Paranoid
Posisi skizofrenia paranoid ditandai dengan hubungan obyek bagian. Bagian objek adalah fungsi dari pemecahan, yang berlangsung di khayalan. Pada tahap perkembangan, pengalaman hanya dapat dianggap sebagai semua baik atau semuanya buruk. Sebagai obyek bagian, itu adalah fungsi yang diidentifikasi oleh diri mengalami, bukan yang lain utuh dan otonom. Bayi lapar menginginkan payudara yang baik yang meberikannya makan. Keharusan payudara muncul merupakan payudara yang baik. Jika payudara tidak muncul, bayi lapar dan sekarang frustrasi dalam kesusahan, memiliki fantasi merusak didominasi oleh agresi oral terhadap payudara, berhalusinasi buruk.

Klein mencatat bahwa dalam membelah objek, ego juga split. Bayi yang berfantasi menghancurkan payudara buruk tidak bayi sama yang mengambil pada payudara yang baik, setidaknya tidak sampai memperoleh posisi depresi, di mana titik baik dan buruk dapat ditolerir secara bersamaan dalam orang yang sama dan kapasitas untuk penyesalan dan reparasi terjadi.

Kecemasan dari posisi skizofrenia paranoid sifatnya persecutory, takut memusnahkan ego. Memisahkan memungkinkan baik untuk tinggal terpisah dari yang buruk. Proyeksi adalah suatu usaha untuk mengeluarkan yang buruk untuk mengontrol melalui penguasaan mahakuasa. Memisahkan tidak pernah sepenuhnya efektif, menurut Klein, sebagai ego cenderung ke arah integrasi.

 Posisi Depresi

Klein melihat posisi depresi sebagai tonggak perkembangan penting yang terus jatuh tempo sepanjang masa hidup. Hubungan objek pemecahan dan bagian yang menjadi ciri fase sebelumnya yang digantikan oleh kemampuan untuk melihat bahwa yang lain yang frustasi adalah juga yang memuaskan. Pertahanan skizoid masih dalam bukti, tapi perasaan bersalah, kesedihan, dan keinginan untuk mendapatkan reparasi dominasi dalam pikiran berkembang.

Dalam posisi depresi, bayi dapat pengalaman orang lain secara keseluruhan, yang secara radikal mengubah hubungan objek dari tahap sebelumnya. "Sebelum posisi depresi, suatu benda yang baik bukan dengan cara apapun hal yang sama sebagai objek buruk. Hal ini hanya dalam posisi depresi bahwa kualitas polar dapat dilihat sebagai aspek yang berbeda dari objek yang sama "Meningkatkan kedekatan yang baik dan buruk membawa integrasi yang sesuai ego.

Dalam perkembangan yang Grotstein istilah yang "primal split", bayi menjadi sadar keterpisahan dari ibu. Kesadaran ini memungkinkan rasa bersalah timbul dalam menanggapi fantasi sebelumnya bayi agresif ketika buruk itu memisahkan diri dari yang baik. absen sementara sang ibu memungkinkan untuk restorasi terus dia "sebagai representasi citra" dalam pikiran bayi. Simbolik pikir sekarang mungkin timbul, dan hanya dapat muncul sekali akses ke posisi depresi telah diperoleh. Dengan kesadaran primal split, ruang yang dibuat di mana simbol, yang melambangkan, dan subjek mengalami hidup berdampingan. Sejarah, subjektivitas, interioritas, dan empati semua menjadi mungkin.

Kecemasan karakteristik pergeseran posisi depresi dari takut dihancurkan untuk takut orang lain menghancurkan. Bahkan atau fantasi, satu sekarang menyadari kapasitas untuk menyakiti atau mengusir seseorang yang satu ambivalently mencintai. Pertahanan karakteristik posisi depresi termasuk manic pertahanan, represi dan reparasi. Pertahanan manic adalah pertahanan yang sama dibuktikan di posisi paranoid-skizofrenia, tapi sekarang dikerahkan untuk melindungi pikiran dari kecemasan depresi. Sebagai posisi depresi membawa tentang integrasi peningkatan ego, pertahanan awal perubahan dalam karakter, menjadi kurang intens dan memungkinkan peningkatan kesadaran realitas psikis.

Dalam bekerja melalui kecemasan depresi, proyeksi ditarik, yang memungkinkan otonomi lain yang lebih, kenyataan, dan sebuah keberadaan yang terpisah. Bayi, yang merusak fantasi diarahkan terhadap ibu yang buruk yang frustrasi, sekarang mulai menyadari bahwa buruk dan baik, frustasi dan mengenyangkan, selalu ibu yang sama. bersalah sadar untuk fantasi destruktif muncul dalam menanggapi kasih dan perhatian terus diberikan oleh pengasuh.
[Seperti] takut kehilangan orang yang dicintai menjadi aktif, langkah yang sangat penting dilakukan dalam pengembangan. Ini perasaan bersalah dan tertekan sekarang masukkan sebagai elemen baru ke dalam emosi cinta. Mereka menjadi bagian yang melekat dari cinta, dan pengaruh itu sangat baik dalam kualitas dan kuantitas.

Dari tonggak perkembangan datang kapasitas untuk simpati, tanggung jawab dan kepedulian terhadap orang lain, dan kemampuan untuk mengidentifikasi dengan pengalaman subjektif orang satu peduli. Dengan penarikan proyeksi destruktif, represi impuls agresif terjadi. Anak itu memungkinkan Pengurus keberadaan lebih terpisah, yang memfasilitasi peningkatan diferensiasi realitas dalam dan luar. Kemahakuasaan berkurang, yang sesuai dengan penurunan rasa bersalah dan rasa takut kehilangan.

Ketika semua berjalan dengan baik, anak berkembang mampu memahami bahwa orang lain eksternal adalah orang-orang otonom dengan kebutuhan mereka sendiri dan subjektivitas.

Sebelumnya, diperpanjang absensi objek (payudara yang baik, ibu) dialami sebagai persecutory, dan, menurut teori fantasi sadar, bayi dianiaya phantisizes kehancuran objek buruk. Objek yang baik yang kemudian datang bukan objek yang tidak tiba. Demikian pula, bayi yang menghancurkan objek buruk bukan bayi yang mencintai objek yang baik.

Dalam lamunan, ibu internal yang baik dapat cenayang dihancurkan oleh impuls agresif. Sangat penting bahwa orang tua sebenarnya angka sekitar untuk menunjukkan kelangsungan cinta mereka. Dengan cara ini, anak merasa bahwa apa yang terjadi pada objek baik dalam fantasi tidak terjadi kepada mereka dalam kenyataan. Realitas psikis diperbolehkan untuk berkembang sebagai tempat yang terpisah dari literal dari dunia fisik.

Melalui pengalaman berulang-ulang dengan orang tua cukup baik, gambar internal bahwa anak memiliki orang lain eksternal, bahwa anak itu adalah obyek internal dimodifikasi oleh pengalaman dan gambar mengubah, penggabungan pengalaman baik dan buruk yang menjadi lebih mirip dengan objek nyata ( misalnya ibu, yang bisa baik dan buruk). Dalam istilah Freudian, prinsip kesenangan dimodifikasi oleh prinsip realitas.

Melanie Klein melihat ini permukaan dari posisi depresi sebagai prasyarat bagi kehidupan sosial. Selain itu, ia memandang pembentukan di dalam sebuah dan sebuah dunia luar sebagai awal dari hubungan interpersonal.

Klein mengatakan bahwa orang yang tidak pernah berhasil dalam bekerja melalui posisi depresi di masa kecil mereka akan, sebagai akibatnya, terus berjuang dengan masalah ini dalam kehidupan dewasa. Sebagai contoh: penyebab bahwa seseorang dapat mempertahankan menderita intens perasaan bersalah atas kematian orang yang dicintai, dapat ditemukan dalam posisi tidak dikerjakan-melalui depresi. rasa bersalah itu ada karena kurangnya pemisahan [disambiguasi diperlukan] antara dalam dan luar dan juga sebagai mekanisme pertahanan untuk mempertahankan diri melawan perasaan tak tertahankan sedih intens dan kesedihan dan selanjutnya obyek internal terhadap kemarahan tak tertahankan dari diri, yang dapat menghancurkan (internal) obyek selamanya.
Berpikir lebih lanjut mengenai posisi

Wilfred Bion mengartikulasikan sifat dinamis dari posisi, titik ditekankan oleh Thomas Ogden, dan dikembangkan oleh John Steiner dalam hal " Keseimbangan antara-paranoid skizofrenia dan posisi depresif" '. Ogden dan James Grotstein terus mengeksplorasi negara kekanak-kanakan awal pikiran, dan menggabungkan karya Donald Meltzer, Ester Bick dan lain-lain, dalil posisi sebelum-skizofrenia paranoid. Grotstein, berikut Bion, juga hipotesis posisi transenden yang muncul setelah pencapaian posisi depresi. Aspek pekerjaan baik Ogden dan Grotstein's masih kontroversial bagi banyak dalam teori klasik objek hubungan.
Kematian Gerakan

Sigmund Freud mengembangkan konsep hubungan obyek untuk menjelaskan atau menekankan bahwa tubuh drive memuaskan kebutuhan mereka melalui medium, obyek, pada suatu lokus tertentu. Tesis sentral dalam teori hubungan-hubungan objek Melanie Klein adalah bahwa benda memainkan peran penting dalam pengembangan subjek dan dapat berupa bagian-benda atau keseluruhan-objek, yaitu organ tunggal (payudara ibu) atau manusia seutuhnya (ibu ). Akibatnya seorang ibu atau hanya payudara ibu bisa menjadi lokus kepuasan mobil. Selanjutnya, menurut psikoanalisis tradisional, setidaknya ada dua jenis drive, libido (mitra mitos: Eros), dan dorongan kematian (mitra mitos: Thanatos). Dengan demikian, objek dapat menjadi penerima cinta dan benci, efek afektif libido dan gerakan kematian.
Pengembangan diri
Singkatnya, pembangunan terlihat sebagai sebuah proses di mana bayi yang baru lahir memulai dunia yang dialami dengan memisahkan perasaan baik (gratifikasi) dan buruk (ketegangan). Dalam dunia awal, orang lain, termasuk ibu belum dapat dibedakan. Pengalaman memisahan emosi dan orang-orang (objek) dalam kondisi baik-buruk, istilah positif-negatif kemudian berlanjut sepanjang hidup.
Objek yang paling penting, ibu, segera mulai mewakili oleh anak muda secara internal sebagai kesan. Dengan perkembangan kognitif dan pertumbuhan kemampuan bahasa, anak dapat mulai internalisasi tidak hanya gambar materi tetapi juga percakapan internal dalam bentuk dialog batin. Beberapa percakapan dini dapat didengar. Anda tahu ini jika Anda pernah mendengar percakapan anak-anak terkadang dilakukan dengan diri mereka sendiri karena mereka memuji atau memarahi kinerja mereka sendiri, mengatakan "anak baik" atau "tidak, tidak” terdengar untuk mereka sendiri. Dialog internal ini terutama terlihat selama pelatihan toilet dan latihan awal lainnya dalam pengembangan regulasi diri.
Dalam waktu, internalisasi kesan keibuan dan percakapan menjadi pondasi dalam pengembangan diri. Anda dapat melihat perkembangan ini, misalnya dalam meningkatnya penggunaan "aku" dalam pembicaraan anak. Ucapan si anak berubah dari "Jane ingin es krim" untuk kata ganti pribadi menjadi  "Aku” ingin ini, "Aku" memakannya, "Aku" buruk.
Dalam penggambaran ini, pemisahan emosi berlanjut sebagai suatu aspek dari mengembangkan diri: “Hanya sebagai pemecahan awal ibu menciptakan perpecahan di hadapan ibu, sehingga perpecahan di hadapan ibu dalam menciptakan perpecahan dalam diri. Awal perpecahan melahirkan split. Dalam waktu, individu datang untuk melihat diri mereka sebagai baik atau buruk tergantung pada pemisahan pengalaman emosional baik - buruk mereka sebelumnya. Rasa harga diri yang pada akhirnya muncul mencirikan bagaimana orang merasa tentang diri mereka. Konsekuensi keduanya dari pengalaman sebelumnya dan banyak faktor yang dialami kemudian dalam perjalanan hidup.
Seperti kelanjutan proses pemisahan, berbagai identitas perpecahan terjadi. Mereka menghasilkan kategori penting seperti salah satu identitas seksual, identitas karir, identitas sebagai orang tua dan seterusnya. Setiap emosional yang berwarna dalam kondisi yang baik-buruk. Pemekaran emosional diwakili oleh perhatian dengan kebaikan-keburukan yang tidak pernah berakhir. Ketika itu berjudul menuju ketidakseimbangan kejahatan, hal ini terus menimbulkan korosi hubungan orang dan itu adaptif. Proses terapi, pada gilirannya dipandang sebagai metode untuk melepas ketidakseimbangan, pengakuan dan mengatasi konflik batin dan mengembangkan citra yang lebih terintegrasi dan positif dari diri.
Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri. hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial dan peran sosial.
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-laiki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap, dungu, terpelajar, dsb.) konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Apabila pengetahuan seseorang itu baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu baik pula. Sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu rendah maka konsep diri seseorang itu tidak baik pula.
Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan kita dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal - hal ini mempengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
PERAN SOSIAL
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama. Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri sebagai identitas tunggal, namun sebenarnya masing-masing dari kita memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves).

IDENTITAS DIRI
Identitas berbeda atatu multiple selves adalah seseorang kala ia melakukan berbagai aktifitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita terlibat dalam komunikasi antar pribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri kita:
·         Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi orang lain terhadap kita (meta persepsi).
·          Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita, yaitu saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya' dan bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa'(idealisasi diri)
Contohnya saat orang gemuk berusaha untuk menjadi langsing untuk mencapai gambaran tentang dirinya yang ia idealkan.
Proses Pengembangan Kesadaran Diri
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara,,yakni
1.    Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan obyek diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri.
2.    Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita. Menurut pakar psikologi Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat seseorang beraktifitas pada lingkungannya dan menyadari apa yang bisa dan apa yang tidak bisa ia lakukan
Contoh: Seseorang yang optimis tidak melihat kekalahan sebagai salahnya, bila ia mengalami kekalahan, ia akan berpikir bahwa ia mengalami nasib sial saja saat itu, atau kekalahan itu adalah kesalahan orang lain. Sementara seseorang yang pesimis akan melihat sebuah kekalahan itu sebagai salahnya, menyalahkan diri sendiri dalam waktu yang lama dan akan mempengaruhi apapun yang mereka lakukan selanjutnya.Karena itulah seorang yang pesimis akan lebih mudah untuk menyerah.
3.     Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self) perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktifitas serhari hari kita. Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu konsep diri kita terbentuk, teori akan siap kita akan menjadi lebih stabil dan sulit untuk di rubah secara drastis.
Contoh, bila kita mencoba merubah pendapat orang tua kita dengan memberi tahu bahwa penilaian mereka itu harus dirubah - biasanya ini merupakan usaha yang sulit. Pendapat pribadi kita akan 'siapa saya' tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih sulit untuk diubah sejalan dengan waktu dengan anggapan bertambahnya umur maka bertambah bijak pula kita.


sumber :
http : // www. en.wikipedia.org/wiki/Object_relations_theoryi
.feureau.com/Maranatha/Semester%202/.../MELANIE%20KLEIN.ppt
INTRODUCTION TO PERSONALITY- MISCHEL / SODA / SMITH sevent edition


Read More »