Tasawuf dalam 1 tubuh

BAB I
PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan umat islam. Ia merupakan unsur spiritual dari ajaran islam yang menyebabkan kehidupan lebih bermakna. Tasawuf memang belum terdefinisikan secara tegas dimasa awal ke;ahiran islam. Namun, indikasi adanya tasawuf sudah dirasakan sejak zaman Nabi. Tasawuf berkembang setelah islam tersebar keberbagai pelosok dunia, bahkan kemudian menjadi unsur yang dominan dalam islam.
Makalah ini merangkum hal-hal yang berkaitan dengan tasawuf, mulai dari tokoh-tokoh yang merumuskan dasar-dasarnya, pandangan mereka tentang hakikat hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, pengaruh terhadap kehidupan politik umat islam, hingga perkembangannya dewasa ini.

BAB II
PEMBAHASAN
ASAL-USUL ISTILAH TASAWUF DAN DASAR-DASAR QUR’ANINYA
A. PENGERTIAN TASAWUF SECARA LUGHAWI
Barmawie Umarie, mengatakan bahwa belum ada yang menggoyahkan pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari wazan (timbangan) tafa’ul, yaitu: tafa’ala-yatafa’alu-tafa’ulan dengan imbangannya, yaitu tashawwafa-yatashawwafu-tashawwufan.
Barmawie Umarie lebih lanjut menegaskan bahwa tasawuf dapat berkonotasi makna dengan “tashawwafa al-Rajulu”, artinya: seorang laki-laki telah men-tasawwuf. Maksudnya, seorang laki-laki telah pindah dari kehidupan biasa menuju kehidupan sufi. Apa sebabnya? Sebab para sufi, bila telah memasuki lingkungan tasawuf, mereka mempunyai simbol-simbol pakaian dari bulu, tentunya belumlah wol, melainkan hampir-hampir menyamai goni dalam kesederhanaannya.
B. PENGERTIAN TASAWUF BERDASARKAN ISTILAH
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya, (Harun Nasution, 1992: 58
C. DASAR-DASAR TASAWUF DALAM AL-QUR’AN DAN HADIS
1. Landasan Al-Qur’an
Secara umum, ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya nanti melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan As-sunnah serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan. Hal itu misalnya difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 54 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui”.
Kalau kita teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang dilalui para sufi (yang ada pada dasarnya merupakan objek tasawuf), kita banyak menemukan landasannya dalam Al-Qur’an. Berikut ini akan kami kemukakan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan sebagian tingkatan dan keadaan para sufi.Tingkatan zuhud, misalnya (yang banyak diklaim sebagai awal beranjaknya tasawuf), telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 77 yang artinya: “Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa”.
Sementara tingkatan takwa berlandaskan pada firman Allah pada surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:“Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu”.
Tingkatan tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah antara lain surat At-Thalaq ayat 3 yang artinya: “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan (keperluan)nya”;
dan surat Az-Zumar ayat 39 yang artinya:
“Dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman itu bertawakal”.
Tingkatan syukur antara lain berlandaskan kepada firman Allah surat Ibrahim ayat 7 yang artinya:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu”.
Tingkatan sabar berlandaskan pada firman Allah surat Al-M’minun ayat 55 yang artinya:
“Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”.
dan surat Al-Baqarah ayat 155 yang artinya:
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Tingkatan rida berdasarkan pada firman Allah surat Al-Maidah ayat 119 yang artinya:
“Allah rida terhadap mereka, dan merekapun rida terhadap-Nya”.

2. Landasan Hadis
Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Juga terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa beliau adalah sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah mengasingkan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh orang Arab tengah tenggelam di dalamnya, seperti dalam praktek perdagangan dengan prinsip menghalalkan segala cara.
Selama di Gua Hira, Rasulullah hanyalah bertafakur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid. Beliau hidup sangat sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak makan atau minum kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah.

0 komentar :