Sejarah kemunculan persoalan teologis & persoalan dosa
Menurut
Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang
mengangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berujung pada penolakan
Mu’awiyah terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan ini
mengakibatkan timbulnya perang siffin yang berakhir dengan keputusan
tahkim(arbitrase).
Kemudian hal ini mengakibatkan
perpecahan di pasukan Ali sehingga pasukan Ali terbagi menjadi dua. Yang tetap
mendukung keputusan Ali disebut golongan Syi’ah sedangkan yang tidak setuju dan
keluar dari pasukan Ali disebut golongan Khawarij.
Harun lebih lanjut melihat bahwa
persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan
siapa yang tidak kafir. Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi
dalam islam, yaitu:
Ø Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang berdosa besar adalah
kafir, dalam arti telah keluar dari islam(murtad)dan wajib di bunuh.
Ø Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa
besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa besar yang
dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
Ø Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat
diatas. Bagi mereka, orang yang berbuat dosa besar bukan kafir tapi bukan pula
mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir yang dalam bahasa
arabnya dikenal dengan istilah al-manzilah manzilatain.
Dalam islam kemudian muncul lagi dua
aliran yaitu Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sedangkan Jabariyah berpendapat
sebaliknya yaitu manusia tidak punya kemerdekaan berkehendak dan berbuat.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak
rasional mendapat tantangan dari golongan hambal yang mengambil bentuk aliran
tradisional yang dipelopori oleh Abu Hasan Al-Asy’ari(935 M).dan juga dari
teologi Maturidiyah yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi.
Aliran-aliran Khawarij, Murji’ah,
dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi saat ini, kecuali dalam sejarah.
Adapun yang masih ada sampai saat ini adalah aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah
yang dikenal dengan ahlusunnah wal jama’ah.
ü Khawarij
Subsekte khawarij yang sangat
ekstrim yaitu Azariqah, menggunakan istilah yang lebih mengerikan daripada
kafir yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau
bergabung dalam barisan mereka, sedangkan pelaku dosa besar dalam
pandangan mereka disebut kafir millah(agama), dan itu artinya dia sudah keluar
dari islam. Si kafir semacam ini kekal di neraka bersama orang kafir lainnya.
Subsekte Najdah tak jauh berbeda
dari Azariqah. Jika Azariqah memberi predikat kepada umat islam yang tidak
masuk dalam kelompok mereka, Najdah pun memberi predikat yang sama
terhadap orang yang melakukan dosa kecil secara berkesinambungan. Akan halnya
dengan dosa besar yang dilakukan tidak terus menerus, pelakunya dipandang kafir
dan jika dilakukan secara kontinu dipandang musyrik.
Iman dalam pandangan khawarij tidak
hanya percaya kepada Allah, mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga
merupakan bagian dari keimanan. Dengan demikian, siapapun yang menyatakan
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetaapi tidak melaksanakan kewajiban agama
malah melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij.
Subsekte Khawarij yang sangat
moderat (Ibadiyah) memilikki pandangan yang berbeda bahwa setiap pelku dosa
besar tetap sebagai muwahhid (yang mengesakan Tuhan), tetapi bukan mukmin atau
disebut kafir nikmat dan bukan nikmat millah(agama). Siksaannya di neraka
selamanya bersama orang kafir lainnya.
ü Murji’ah
Subsekte Murji’ah ekstrim(Murji’ah
Bid’ah) berpendapat bahwa keimanan terletak dalam kalbu. Adapun ucapan dan
perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada didalam kalbu. Oleh karena
itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama
tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih
sempurna dalam pandangan Tuhan.
Kredo kelompok Murji’ah ekstrim yang
terkenal adalah “Perbuatan tidak dapat menggugurkan keimanan, sebagaimana
ketaatan pun tidak dapat membawa kekufuran .“ Dapat disimpulkan bahwa kelompok
ini memandang bahwa pelaku dosa besar akan disiksa di neraka.
Sementara Murji’ah moderat
berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di
neraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada dosa yang dilakukannya.
Kendati pun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni
dosanya sehingga bebas dari siksa neraka.
Pendapat Abu Hanifah tentang pelaku
dosa besar dan konsep iman tidak jauh berbeda dengan kelompok Murji’ah moderat
lainnya. Ia berpendapat bahwa seorang pelaku dosa besar masih tetap mukmin,
tetapi bukan berarti bahwa dosa yang diperbuatnya tidak berimplikasi. Andaikata
masuk neraka, karena Allah menghendakinya, ia tak akan kekal didalamnya.
Disamping itu, iman menurut Abu Hanifah adalah iqrar dan tashdiq.
Ditambahkannya pula bahwa iman tidak berkurang dan tidak bertambah. Agaknya ini
merupakan sikap umum yang ditunjukkan oleh Murji’ah baik ekstrim maupun
moderat.
ü Paham Qadariyah dan Jabariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut
pengertian terminology, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diinterverensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat
tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan pengertian
tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang
memberi penekanan atas kebebasan dan kekuasaan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum
Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Jabariayah berasal dari kata jabara
yang berarti memaksa. Didalam Al-munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham al-jabr
berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan
menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain, manusia mengerjakn perbuatannya
dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris, Jabariyah disebut fatalism atau
predestination, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat. Diantara doktrin
Jabariyah ekstrim adala pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan sendiri, tapi timbul karena qadha
dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah
moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan, baik perbuatan
jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia punya bagian dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab(acquisitin).
Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur(dipaksa Tuhan), tidak seperti
wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan,
tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.
ü Mu’tazilah
Secara harfiyah kata mu’tazilah
berasal dari kata I’tazila yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang
berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Ajaran dasar Mu’tazilah yang
tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah :
At-tauhid
At-tauhid(pengesaan Tuhan)merupakan
prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah. Bagi mu’tazilah tauhid memiliki
arti yang sfesifik. Tuhan harus di sucikan dari segala sesuatu yang dapat
mengurangi kemahaesaan-Nya. Oleh karena itu, hanya Dialah yang qadim. Bila ada
yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’addud al-qudama.
Untuk memurnikan keesan Tuhan
(tanzih), mu’tazilah menolak konsef Tuhan memiliki
sifat-sifat
penggambaran fisik Tuhan
(antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Dia maha
melihat, mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya itu bukan sifat melainkan
dzat-Nya.
· Al-Adl
Al-Adl berarti Tuhan maha adi. Adil
ini merupakan sifat yang gambling untuk menunjukkan kesempurnaan. Tuhan
dipendang adil apabila bertindak hanya yang baik(ash-shalah) dan terbaik
(al-ashlah0, dan bukan yang tidak baik.
· Al-wa’d wa al-wa’id
Al-wa’d wa al-wa’id berarti janji
dan ancaman. Tuhan yang maha adil dan maha bijaksana, tidak akan melanggar
janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya sendiri, yaitu
member pahala surge bagi yang berbuat baik(al-muthi) dan mengancam dengan siksa
neraka atas orang yang durhaka (al-ashi).
· Al-Manzilah bain al-manzilatain
Ajaran ini terkenal dengan status
orang mukmin yang melakukan dosa besar. Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin
yang melakukan dosa besar dan belum tobat buakan lagi mukmin atau kafir, tetapi
fasik.
· Al-Amr bi al-ma’ruf wa An-Nahy an Munkar
Ajaran dasar kelima adalah menyuruh
kebajikan dan melarang kemungkaran (Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an Munkar.
Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Perbedaan
mazhab mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada
tatanan pelaksanaannya. Menurut mu'tazilah, jika memang diperlukan, kekerasan
dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut. Sejarahpun telah mencatat
kekerasan yang pernah dilakukannya ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.
ü Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah adalah aliran
sinkretis yang berusaha mengambil sikap tengah-tengah antara dua kutub akal dan
naql, antara kaum Salaf dan kaum Mu’tazilah. Kaum Asy’ariyah puas dengan
menyelaraskan antara kedua belah pihak, mencapai pandangan tengah-tengah yang
akhirnya dijadikan prinsip yang dipegangi secara teguh oleh generasi kemudian
dan menjadi mantap khususnya di abad-abad terakhir.
Gerakan Asy’ariyah mulai abad ke-4
H. terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok lai, khususnya Mu’tazilah.hingga
hari ini, pendapat Asy’ariyah tetap menjadi akidah ahl as-sunnah. Pendapatnya
dekat sekali dengan pendapat Maturidi yang satu saat pernah ia disebabkan
persaingan dalam masalah fiqh, karena ia mewakili orang-orang Syafi’iah dan
Malikiah mendominasi pendapat Asy’ari.
Para pengikut imam Syafi’i dan
Maliki mendukung kaum Asy’ariyah, dan berjuang keras untung menyebarkannya
hingga ke Andalusia dan Afrika Utara.
ü Maturidiyah
Al-Maturidi merupakan salah satu
sekte ahl as-sunnah wal jama’ah, yang tampil bersama dengan Asy’ariyah. Kedua
aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk
menyelamatkan diri dari ekstriminitaskaum rasional dimana yang berada di
barisan depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstriminitas kaum tekstualis dimana
yang berada pada barisan paling depan adalah kaum Hanabilah (imam Hambal).
0 komentar :