ILMU KALAM "Perbandingan Antar : Aliran Perbuatan Tuhan dan PerbuatanManusia"
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
A. PERBUATAN TUHAN
1. Aliran Mu’tazilah
a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia.
b. Kewajiban mengirimkan rasul
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (wa’id)
2. Aliran Asy’ariah
3. Aliran Maturidiyah
B. PERBUATAN MANUSIA
1. Aliran Jabariyah
2. Aliran Qadariyah
4. Aliran Asy’ariyah
5. Aliran Maturidiyah
Akidah bagi setiap muslim merupakan
salah satu aspek ajaran islam yang wajib diyakini. Dalam Al-qur’an akidah
disebut dengan al-iman (percaya) yang sering digandengkan dengan al-amal
(perbuatan baik) tampaknya kedua unsur ini menggambarkan suatu integritas dalam
ajaran Islam. Dasar-dasar akidah islam telah dijelaskan nabi Muhammad saw
melalui pewahyuan Al-qur’an dan kumpulan sabdanya untuk umat manusia generasi
muslim awal binaan Rasullullah saw telah meyakini dan menghayati akidah ini
meski belum diformulasikan sebagai suatu ilmu lantaran lantaran rumusan
tersebut belum diperlukan.
Pada periode selanjutnya, persoalan
akidah secara ilmiah dirumuskan oleh sarjana muslim yang dikenal dengan dengan
nama mutakallimun, hasil rumusan mutakallimun itu disebut kalam, secara harfiah
disebut sabda Tuhan ilmu kalam berarti pembahasan tentang kalam tuhan
(Al-qur’an) jika kalam diartikan dengan kata manusia itu lantaran manusia
sering bersilat lidah dan berdebat dengan kata-kata untuk mempertahankan
pendapat masing-masing. Kata kalam berkaitan dengan kata logos dalam bahasa
Yunani yang berarti alasan atau argumen Ahmad Mahmud Shubhimengutip defenisi
ilmu kalam versi Ibnu Khaldun bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membahas tetang
persoalan-persoalan dasar keimanan dengan menggunakan dalil akal dan menolak
unsur-unsur bid’ah.
Dari defenisi dapat dipahami bahwa
pembahasan ilmu kalam adalah untuk mempertahankan akidah. Dasar-dasar akidah
yang termaktub di dalam al-qur’an dianalisa dan dibahas lebih lanjut dengan
menggunakan logika untuk mendapatkan keyakinan yang lebih kokoh.
LATAR BELAKANG
Persoalan kalam lainnya yang menjadi
bahan perdebatan diantara aliran-aliran kalam adalah masalah perbuatan tuhan
dan perbuatan manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama
kalam mengenai iman. Ketika sibuk menyoroti siapa yang masih di anggap beriman
dan siapa yang kafir diantara pelaku tahkim, para ulama kalam kemudian mencari
jawaban atas pertanyaan siapa sebenarnya yang mengeluarkan perbuatan manusia,
apakah Allah sendiri ? atau manusia sendiri ? atau kerja sama antara keduanya.
Masalah ini kemudian memunculkan
Aliran Fatalis (predestination) yang diwakili oleh Qadariah dan Freewill yang
diwakili Qadariah dan Mu’tazilah, sedangkan aliran asy’ariah dan maturidiyah
mengambil sikap pertengahan. Persoalan ini kemudian meluas dengan
mempermasalahkan apakah Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu atau tidak
? apakah perbuatan itu tidak terbatas pada hal-hal yang baik saja, ataukah
perbuatan Tuhan itu terbatas pada hal-hal yang baik saja, tetapi juga mencakup
kepada hal-hal yang buruk.
A. PERBUATAN TUHAN
Semua aliran dalam pemikiran kalam
berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan disini dipandang
sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memilki kemampuan untuk melakukannya.
1. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah, sebagai aliran
kalam yang bercorak Rasional, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas
pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa tuhan tidak
mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk. Tuhan
tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan
buruk itu. Di dalam Al-qur’an pun jelas dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat
zalim. Ayat-ayat Al-qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukung
pendapatnya diatas adalah surat Al-anbiyaa (21):23 dan surat Ar-rum (30) : 8.
Qadi Abd Al-jabar, seorang tokoh
Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya
berbuat baik dan yang Maha suci dari perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan
tidak perlu di tanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang dikenal baik, apabila
secara nyata berbuat baik ., tidak perlu ditanya mengapa ia melakukan perbuatan
baik itu adapun ayat yang kedua, menurut Al-jabar mengandung petunjuk bahwa
tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk,
pernyataan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak,
tentulah tidak benar atau merupakan berita bohong.
Dasar pemikiran tersebut serta
konsep tentang keadilan tuhan yang berjalan sejajar dengan paham adanya
batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak tuhan, mendorong kelompok
Mu’tazilah untuk berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia
kewajiban-kewajiban tersebut dapat disimpulkan dalam satu hal yaitu kewajiban
berbuat terhadap manusia. Paham kewajiban Tuhan berbuat baik, bahkan yang
terbaik (ash-shalah wa al-ashlah) mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah
memunculkan paham kewajiban Allah berikut ini :
a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia.
Memberi beban diluar kemampuan
manusia (taklif ma la yutaq) adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan
terbaik. Hal ini bertetangan dengan faham mereka tentang keadilan tuhan. Tuhan
akan bersifat tidak adil kalau Ia memberikan beban yang terlalu berat kepada
manusia.
b. Kewajiban mengirimkan rasul
Bagi aliran Mu’tazilah, dengan
kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman rasul tidaklah
begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat manusia
menjadi salah satu kewajiban Tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang
tidak dapat mengtahui setiap apa yang harus diketahui manusia tentang Tuhan dan
alam ghaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi
manusia dengan cara mengirim rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan memperoleh
hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhirat nanti.
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (wa’id)
Janji dan ancaman merupakan salah
satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini erat hubungannya
dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika
tidak menepati janji untuk memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan
menjalankan ancaman bagi orang-orang yang berbuat jahat. Selanjutnya keadaan
tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat
dan kepentingan manusia. Oleh karena itu menepati janji dan menjalankan ancaman
adalah wajib bagi Tuhan.
2. Aliran Asy’ariah
Menurut aliran asy’ariyah, faham
kewajiban tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia (ash-shalah wa
al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah , tidak dapat diterima
karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini
ditegaskan Al-ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat
dan yang terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran asy’ariyah tidak menerima
faham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat bebuat sekehendak hati-Nya
terhadap makhluk. Sebagaimana yang dikatakan Al-ghazali, perbuatan Tuhan
bersifat tidak wajib (Ja’iz) dan tidak satu pun darinya yang mempunyai sifat
wajib.
Karena percaya kepada kekuasaan
mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa ,
aliran asy’ariyah menerima faham pemberian beban diluar kemampuan manusia,
Asya’ari sendiri dengan tegas mengatakan dalam Al-luma, bahwa Tuhan dapat
meletakkan beban yang tidak dapat di pikul pada manusia. Menurut faham
Asy’ariah perbuatan manusia pada hakitkatnya adalah perrbuatan tuhan dan
diwujudkan dengan daya Tuhan bukan dengan daya manusia, ditinjau dari sudut
faham ini, pemberian bebana yang tidak dapat dipikul tidaklah menimbulkan
persoalan bagi aliran Asy’ariah manusia dapat melaksanakan beban yang tak
terpikul karena yang mewujudkan perbuatan manusia bukanlah daya manusia yang
terbatas, tetapi daya Tuhan yang tak terbatas.
3. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini,
terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan tuhan
hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian tuhan berkewajiban
melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan pengiriman rasul
Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki
pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak
mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Bazdawi, bahwa Tuhan
pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah orang yang telah berbuat
kebaikan. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara sesuai dengan faham mereka tentang
kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya
bersifat mungkin saja.
B. PERBUATAN MANUSIA
Masalah perbuatan manusia bermula
dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok jabariyah dan kelompok
Qadariyah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan lebih mendalam oleh
aliran Mu’tazilah, Asyi’ariyah dan Maturidiyah. Akar dari permasalahan
perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa tuhan adalah pencipta alam semesta,
termasuk didalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat Maha kuasa dan mempunyai
kehendak yangbersifat mutlak. Maka disini timbulllah pertanyaan, sampai
dimanakah manusia sebagai ciptaan Tuhan tergantung kepada kehendak dan
kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidup ?, apakah manusia terikat
seluruhnya kepada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan ?.
1. Aliran Jabariyah
Dalam pembahasan mengenai perbuatan
manusia tampaknya ada perbedaan pandangan antara Jabariyah Ekstrim dan
Jabariyah Moderat. Jabariyah Ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia
bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, Tetapi
kemauan yang dipaksakan atas dirinya salah seorang tokoh Jabariyah Ekstrim,
mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya,
tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Jabariyah Moderat mengatakan bahwa
tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan
baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang
dimaksud dengan kasab (acquisition), menurut faham kasab manusia tidaklah
majbur. Tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula
menjadi pencipta perbuatan. Tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang
diciptakan oleh Tuhan.
2. Aliran Qadariyah
Aliran Qadariyah menyatakan bahwa
segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia
mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya
sendiri, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu ia berhak
menentukan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh
hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat. Faham takdir dalam pandangan
Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya untuk alam
semesta beserta seluruh isinya yang dalam istilah Al-qur’an adalah sunatullah.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa
tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada
perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin
islam sendiri banyak ayat Al-qur’an yangmendukung pendapat ini misalnya dalam
surat Al-kahfi ayat ke-29 yang artinya : “katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu,
barang siapa yang mau, berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir maka
kafirlah ia”
3. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia
mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut faham
Qadariyah atau free wil.l Menurut tokoh Mu’tazilah manusia yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya. Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga
berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat
terciptanya perbuatan. Jadi Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.
Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang
menciptakan perbuatan. Menurut mereka bagaimana mungkin dalam satu perbuatan
akan ada dua daya yang menentukannya. Aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai
pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk
mengubah bentuknya.
4. Aliran Asy’ariyah
Dalam faham Asy’ari, manusia
ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak
memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu Aliran ini lebih dekat dengan
faham jabariyah daripada faham Mu’tazilah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya,
Asy’ari memakai teori Al-kasb (acquisition, perolehan), segala sesuatu terjadi
dengan perentaraan daya yang diciptakan, sehingga menjadi perolehan dari
muktasib (yang memperoleh kasb) untuk melakukan perbuatan, dimana manusia
kehilangan keaktifan, yang mana manusia hanya bersikap pasif dalam
perbuatan-perbuatannya. Untuk membela keyakinan tersebut Al-Asy’ari mengemukan
dalil Al-qur’an yang artinya : “Tuhan menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat” (Q.S. Ash-shaffat : 96)
Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa
perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek
untuk mewujudkannya, dengan demikian Kasb mempunyai pengertian penyertaan
perbuatan dengan daya manusia yang baru. Ini implikasi bahwa perbuatan manusia
dibarengi kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.
5. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan manusia ini,
terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
bukhara. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu’tazilah, sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariya. Kehendak dan daya buat pada
diri manusia manurut Maturidiyah Samarkand adalah kehendak dan daya manusia
dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan
Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi
bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian posisinya lebih kecil
daripada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia
dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mu’tazilah.
Maturidiyah bukhara dalam banyak hal
sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan
tambahan dalam masalah daya menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada
dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan yang telah
diciptakan Tuhan baginya.
0 komentar :