BEBERAPA PRINSIP DASAR EPISIMOLOGI ISLAM
BEBERAPA PRINSIP DASAR EPISIMOLOGI ISLAM
- I. PENDAHULUAN
Mempelajari dan mengamalkan agama islam sangant diperlukan bagi penganutnya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. di zaman modern, orang terlalu mudah terpengaruh dengan budaya luar yang tidak sesuai dengan ajaran islam secara kaffah.
Pendidikan agama tidak terlepas dari pengajaran agama, yaitu pengetahuan yang ditunjukkan pada pikiran, jiwa dan kepribadian yang berisikan hukum-hukum, syarat-syarat, kewajiban-kewajian, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan. Islam sebagai agama yang terakhir, memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya.
- II. RUMUSA MASALAH
- Pengertian epistimologi dan Islam
- Sumber pengetahuan (wahyu,akal, dan rasa)
- Kriteria kebenaran dalam epistimologi Islam
- Peranan dan fungsi pengetahuan Islam.
- III. PEMBAHASAN
- 1. Pengertian Epistimologi dan Islam
- a. Pengertian Islam
- 1. Pengertian Epistimologi dan Islam
Kata aslama itulah yang menjadi kata islam yang mengandung arti segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh dan taat, menyerahkan diri kepada Allah SWT. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akhirat.2
Sedangkn secara istilah Islam adalah nama bagi suatu [1]agama yang berasal dari Allah SWT. Nama islam demikian itu memiliki perbedaan yang luar biasa dengan agama lainnya. Kata islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata islam adalah nama yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Hal demikian dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT
Selanjutnya dilihat dari segi misi ajarannya, islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh nabi dan Rosul yang pernah diutus oleh Allah SWT. Pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia islam itulah agama bagi Adam A.S, Nabi Ibrohim, Nabi Yakub dst. Hal demikin dapat dipahami dri ayat-ayat yangterdapat didalam Al-Quran yang menugaskan bahwa para nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah.3
- b. Pengertian Epistimologi
Epistimologi yaitu cabang filsafat yang secara khusus [2]membahas teori ilmu pengetahuan. Epistimologi berasal dari kata “episteme” yang berarti pengetahuan.
- 2. Sumber Pengetahuan (Wahyu, Akal dan Rasa)
- a. Wahyu
Kaerena Allah adalah sumber pengetahuan, maka Allah dapat memberikan ilmu yang dikehendaki-Nya tanpa proses berpikir atau pengamatan empiris menurut Al-Ghazali, ilmu ini tidak diperoleh lewat pengamatan atau pemikiran, tetapi lewat dzanq. Kadang-kadang ilmu ini disebut sebagai “Ilmu Laduni”.6
Al-Quran dan As-Sunnah, keduanya merupakan sumber pertama ilmu. Al-Qur’an berkali-kali mengingatkan kita untuk memikirkan ayat-ayat – Nya dan mengambil pelajaran darinya.
- b. Akal
Pengetahuan akal jelas lebih tnggi daripada pengetahuan indera. Menurut Al-Qur’an, fakultas yang mempunyai fungsi akal disebut Qalb dan fuad. Pengetahuan indera boleh jadi memberikan masukan pada Qalb lewat mekanismenya sendiri,. Betapapun tinggina pengetahuan akal dibandingkan dengan pengetahuan indera, dapat juga jatuh dalam kekeliruan-kekeliruan fatal.[4]
Al-Qur’an menyebutkan beberapa faktor yang mendistoksi penetahuan akal.
- Tidak ada iman. Tanpa iman, orang tidak akan sampai pada pengetahuan yang benar. Ia akan terjebak dalam pandangan materialistis dan tidak melihat realitas yang nonmaterialistas.
- Mengikuti hawa nafsu dan angan-angan. Berpikir mengikuti keinginan (wishful thinking), atau untuk membela kepentingan-kepentingan pribadi, akan memalingkan orang dai kebenaran-kebenaran dan menyesatkannya dari jalan Allah.
- Kecintaan dan kebencian buta serta fanatisme; ini adalah kumpulan prasangka yang akan melemahkan kemampuan akal.
- Mengikuti secara membuta pandangan masallu atau tokoh-tokoh pemikiran, keterikatan pada otoritas (tradisi atau pemimpin) mengeruhkan proses berfikir dan menjauhkan dari petunjuk.
- Takabbur, takabbur selain dapat menimbulkan murka Allah, juga menimbulkan kerusakan dan menghambat ilmu atau pemikiran.
- Kebodohan atau mengikuti spekulasi (zhan). Sumber kesalahan berpikir terletak pada kebodohan tentang maslah yang dipikirkan dan mengganti informasi dengan hanya berlandaskan zhan.
- Ketergesaan dalam memutuskan atau menarik kesimpulan. Ketergesaan selalu menyiratkan kurang cermat, sehingga menimbulkan kesalahan.
- Sama sekali tidak menggunakan akal. Al-Quran mencela orang-orang yang beramal dari dat lahiriah saja dan tidak berfikir.7
- c. Rasa (Indera)
Walaupun begitu, Al-Qur’an menjelaskan keterbatasan alat indra untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Al-Qur’an mengancam orang-orang yang hanya mengandalkan inderanya untuk sampai kpada kebenaran seperti kaun nabi musa yang ingin melihat Allah secara langsung atau orang-orang yang berkata kepada nabi, bahwa merek baru mau beriman apabila melihat air yang memancar dari dalam bumi, langit yang runtuh, atau munculnya Malaikat. Kaium positivis yang hanya menganggap pengetahuan seperti yang dapat diamati atau di ukur, selain itu, Al-Qur’an juga menunjukkan adanya realitas yang tidak dapat diamati contohnya yaitu Qs 12:13) yang berbunyi “ Allah yang meninggikan langit tanpa tiang yang dapat kamu lihat”.
Menurut Dr. Mahdi Gulshani, yang menarik dewasa ini ialah besarnya pengaruh Positivisme pada pikiran para sarjana muslim Positivisme hanya memandang apa yang dapat diamati dan menolak adanya pengetahuan diluar penglaman inderawi. Tidak munkin kita mengkritik Positivisme dalam tulisan ringkas ini, secacara singkat kita bisa menunjukkan bahwa:
- Tidak ada data yang murni eksperimental.
- Kita selalu mengamti sesuatu dengan persepsi tertentu, dengan teori tertentu. Teori-teori ilmiah merupakan cara-cara untuk melihat dunia, dan penggunaan asas teori-teori ilmiah itu mempengaruhi keyakinan dan harapan umum kita, dan dengan demikian juga mempengaruhi pengalaman-pengalaman kita.[6]
- Konsep-konsep dasar ilmu tidak dipereoleh lewat induksi dari pengalaman indera, tetapi semata-mata ciptaan pikiran manusia. Teori tidak pernah lahir dari pengamatan langsung atas data eksperiment.8
- Kriteria kebenaran dalam epistimologi islam
Dalm kajian epistimologi islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran.
- a. Terori Korespondensi
- b. Teori Konsistensi
- c. Teori Prakmatis
- Peran dan funsi Pengethuan Islam
Menurut Nur Cholis Majid ilmu merupakan hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya. Sebagai menifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia, argument ini dijelaskan oleh Ibnu Rusyd dalam makalahnya “fashl al-maqaal wa faqrir ma bain al- hikmah wa al- syari’ah min al-ittisihar”. Antara iman dan ilmu tidak dapat dipisahkan karena iman tidak saja mendorong bahkan menghasilkan ilmu, tetapi membimbing ilmu dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya.
Peran dan fungsi pengetahuan dalam islam ini dapat kita lihat dari 5 (lima) ayat pertama surat Al-Alaq. Pada ayat tersebut terdapat kata Iqra’ yang diulang sebanyak dua kali, kata tersebut menurut A. Baiqoni selain berarti membaca dalam artian biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendeskripsikan, menganalisa, dan penyimpulan secara induktif.
Secara rinci dapat digambarkan empat fungsi ilmu pengetahuan:
- Fungsi deskriptif yaitu menggambarkan, melukiskan dan memaparkan masalah sehingga mudah dipelajari.
- Fungsi pengembangan: yaitu melanjutkan hasil penemuan yang lalu dan menemukan hasil penemuan yang baru.
- Fungsi fredeksi yaitu meramalkan kejadian-kejadian yang kemungkinan terjadi sehingga manusia dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu usaha [8]menghadapi.
- Fungsi kontrol yaitu usaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.10
- IV. KESIMPULAN
Epistimologi yaitu cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan. Epistimologi bersal dari kata “episteme” yang berarti pengetahuan.
Sumber pengetahuan (Wahyu, Akal, dan Rasa)
- a. Wahyu
- b. Akal
- c. Indera (Rasa)
Dalam kajian epistimologi islam di jumpai beberapa teori tentang kebenaran yaitu.
- Teori Korespondensi
- Teori Konsistensi
- Teori Prakmatis
- V. PENUTUP
- VI. DAFTAR PUSTAKA
- Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000)
- Syukur, Amin, Metodologi Studi Islam, (Semarang: Gunung Jati Semarang.1998)
- Noor, Fauz, Tapak Sabda, (Yogyakarta: Pustaka Sastra (KIS,2004)
- Daud Ali, Muhammad, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:1997)
- Rahmat, Jalaludin. Islam Alternatif, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998)
- Http://Library, USU.Ac.Id/Download/fs/Arab—Naskah 6. Senin, 5 Oktober 2009.
- Abdullah, Amin, studi islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
[1] Amin, Syukur. dkk, Metodologi Studi Islam, Semarang: Gunung Jati: Semarang, 1998.hal. 1
2 Abudin, Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. hal. 62
2 Abudin, Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. hal. 62
3 Abudin, Nata, Ibid. hal. 65-66
4 Fauz Noor, Tapak Sabda, Yogyakarta: Pustaka sAstra LKIS, 2004. hal. 163
4 Fauz Noor, Tapak Sabda, Yogyakarta: Pustaka sAstra LKIS, 2004. hal. 163
5 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Raja Wali Pers Jakarta: 1997, hal: 386-387
6 Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, hal. 210
7 Jalaludin, Ibid. hal. 209
8 Jalaludin, Ibid. hal. 207
9 http://library. USU. Ac. Id/Download/Fs/ Arab-Naskah 6
0 komentar :